Mendung Menurut Al-quran
Ayat Al-Quran yang menjelaskan mendung terdapat dalam Surat An-Nur ayat 43:
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”
Kemudian Surat Fatir ayat 9:
“Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.”
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menerangkan ayat-ayat tersebut sebagai rahmat dari Allah. Pada mulanya air laut menguap dan mengalami proses kondensasi akhirnya menjadi awan-awan yang berkumpul. Awan-awan ini kemudian turun ke bumi menjadi air hujan. Di sinilah terdapat kekuasaan dan rahmat Allah. Bumi-bumi yang awalnya hanya terdapat sedikit air bahkan mengalami kekeringan bisa mendapatkan air kembali melalui turunnya hujan. Awan yang memunculkan hujan ini bahkan bisa menjangkau wilayah-wilayah daratan yang jaraknya sangat jauh dengan laut. Hal luar biasa yang dilakukan manusia dengan payah namun bagi Allah ini rahmat dan bentuk kasih sayang-Nya pada sang makhluk.
Mengenai penjelasan awan yang bertindih yang menyerupai gunung, Quraish Shihab menjelaskan bahwa Al-Quran bersifat visioner. Hal tersebut dikarenakan pada zaman Rasulullah belum bisa dibedakan antara awan dan gunung berkabut kecuali yang berada di atas gunung. Kemudian pada zaman modern ditemukanlah pesawat terbang yang bisa menjangkau awan sehingga akan terlihat perbedaan antara awan dan gunung.
Quraish Shihab juga menjelaskan mengenai visionernya Al-Quran tentang fenomena mendung. Ketika turun Al-Quran, masyarakat pada saat itu belum mengetahui proses terjadinya awan dan hujan. Lalu pada zaman modern, melalui pengetahuan, fenomena mendung itu dapat dijelaskan menjadi fase-fase terbentuknya awan, mendung, dan hujan. Berawal dari proses kondensasi uap air laut berubah menjadi onggokan awan bergerak menjangkau daerah-daerah bumi yang miskin air dan turunlah hujan. Fenomena tersebut sangat jelas sekali diterangkan Al-Quran. Alangkah congkaknya jika manusia tidak mau membaca dan membenarkannya.
Petir Dan Guruh Menurut Al-quran
Penjelasan ayat-ayat tentang petir dan guruh, seperti pada Surat Ar-Ra’du ayat 12-13:
“Dialah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepada kalian untuk menimbulkan kekalutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung. Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Mahakeras siksa-Nya.”
Dalam menafsirkan perihal petir dan guruh, Quraish Shihab lebih menjelaskan secara saintifik. Ia menjelaskan bahwa petir terjadi karena lompatan listrik antara gesekan yang ada di awan. Awan yang terdapat potensial muatan negative dan positif tersebut hanya ada pada awan komulus atau komulonimbus. Sehingga ketika lompatan listrik itu terlepas di bumi ini menimbulkan efek kilatan cahaya yang disebut petir. Sedangkan guruh adalah efek bunyi dan suara yang dihasilkan dari lompatan tersebut.
Di dalam Tafsir Kemenag, petir dan guruh dijelaskan sebagai makhluk yang bertasbih kepada Allah. Bertasbihnya petir dan guruh adalah melalui gerak dan suaranya, sesuai dengan keterangan di Surat Al-Isra’ ayat 44 bahwa tiap makhluk bertasbih dengan caranya masing-masing. Halilintar tersebut mengikuti perintah Allah yang mana ketika ia dilepaskan ia bisa saja mengancam bahaya pada makhluk-Nya yang lain. halilintar tersebut bisa membahayakan siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Ada Apa Dengan Terjadinya Petir Dan Guruh
Ibnu Taimiyyah mengatakan, ”Dalam hadits marfu’ pada riwayat At Tirmidzi dan selainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang petir, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
”Petir adalah malaikat yang diberi tugas mengurus awan dan bersamanya pengoyak dari api yang memindahkan awan sesuai dengan kehendak Allah.”
Begitu pun ketika Ali ditanya, sebagaimana dikatakan Al Khoroithi dalam Makarimil Akhlaq. Beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
”Petir adalah malaikat, dan suaranya itu adalah pengoyak di tangannya.” Dan dalam riwayat lain dari Ali juga,” Suaranya itu adalah pengoyak dari besi di tangannya”.
Kemudian Ibnu Taimiyyah mengatakan lagi, ”Ar ro’du adalah mashdar (kata kerja yang dibendakan) berasal dari kata ro’ada, yar’udu, ro’dan (yang berarti gemuruh,). Dan karena ada gerakan, pastilah menimbulkan suara. Dalam kasus petir, ,malaikat adalah yang menggerakkan awan, lalu memindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Setiap gerakan di alam ini, baik yang di atas langit maupun di bawah, berasal dari malaikat. Suara manusia dihasilkan dari gerakan bibir, lisan, gigi, lidah, dan dan tenggorokan. Dari situ, manusia bisa bertasbih kepada Rabbnya, bisa mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Oleh karena itu, guntur adalah suara yang membentak awan. Dan kilat adalah kilauan air atau kilauan cahaya.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, 24/263-264)
Ketika menafsirkan surat al Baqarah ayat 19 yang artinya,
“atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir,”
As Suyuthi mengatakan bahwa petir adalah malaikat yang diberi tugas untuk mengatur awan. Ada juga yang berpendapat bahwa petir adalah suara malaikat. Sedangkan kilat (barq) adalah kilatan cahaya dari cambuk malaikat tersebut untuk menggiring mendung (Tafsir Jalalain dengan Hasyiyah ash Showi 1/31)